Monday 15 November 2010

Konsumsi Oksigen Pada Ikan Mas

Judul
“Konsumsi Oksigen Pada Ikan Mas”

Pendahuluan

1. latar belakang

Indonesia merupakan negara maritim yaitu sebagaian besar wilayahnya adalah perairan. Dalam suatu perairan pasti ada suatu organisme yang hidup di dalamnya, yaitu salahsatunya ikan. Ikan atau bahasa ilmiahnya adalah picses secara umum adalah termasuk hewan bertulang belakang (vertebrata). Ikan adalah hewan berdarah dingin (polikilotermis). Suhu tubuhnya selalu mengikuti suhu lingkungannya sehingga suhu badannya turun naik bersama-sama dengan turun naiknya suhu sekitarnya. Ikan berkembang biak dengan cara bertelur. Ikan betina mengeluarkan telurnya ke dalam air, demikian pula ikan jantan mengeluarkan spermanya ke dalam air, sehingga pembuahan terjadi di luar tubuh induknya.

Pembuahan yang terjadi di luar tubuh induknya disebut pembuahan eksternal.
Ditubuh ikan terdapat gurat sisi yang berfungsi untuk mengetahui tekanan air di sekelilingnya. Ikan menggunakan ingsan yang terletak di kepalanya untuk bernafas. Cara ikan bernafas adalah sebagai berikut, air masuk melalui rongga mulut kemudian masuk dalam insang, saat air ada di dalam insang, oksigen ang terlarut dalam air diserap oleh pembuluh- pembuluh darah kecil yang terdapat pada insang dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan ke air. Air kelur dari rongga insang ketika tutup insang membuka dan begitu terus-menerus. Ikan juga mempunyai gelembung renang yang terletak diantara tulang belakang dan perut, berhubungan dengan kerongkongan. Darah pada dinding gelembung dapat memasukkan udara kedalam gelembung dan mengeluarkan udara dari gelembung itu sehingga berat ikan dapat berkurang atau bertambah sehingga ikan dapat naik dan turun di dalam air.

2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui, memahami dan menghitung seberapa banyak konsumsi oksigen pada ikan mas dalam waktu tertentu.

3. Landasan teori

Oksigen terlarut

Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping paramter lain sepertiBOD dan COD.

Mekanisme

Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air.

Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan pencemaran berat pada air.

Analisis Pengukuran
Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering dilakukan:
Metode titrasi

Metode elektrokimia atau lebih dikenal pengukran dengan DO-meter

Titrasi

Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan dalam laboratoriumuntuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena pengukuran volum memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan analisa volumetrik. Analisa titrimetri merupakan satu dari bagian utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri dari reaksi-reaksi kimia. Analisa cara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti: aA + tT → hasil dengan keterangan: (a) molekul analit A bereaksi dengan (t) molekul pereaksi T. Pereaksi T, disebut titran, ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari sebuah buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan yang disebut belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu proses standarisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang ekivalen dengan A telah ditambahkan. Maka dikatakan baha titik ekivalen titran telah tercapai. Agar mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat menggunakan sebuah zat kimia, yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran berlebih dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat trejadi tepat pada titik ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa titik akhir ada sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Memilih indikator untuk membuat kedua titik berimpitan (atau mengadakan koreksi untuk selisih keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari analisa titrimetri. Istilah titrasi menyangkut proses ntuk mengukur volum titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Selama bertahun-tahun istilah analisa volumetrik sering digunakan daripada titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang ketat, istilah titrimetrik lebih baik, karena pengukuran-pengukuran volum tidak perlu dibatasi oleh titrasi. Pada analisa tertentu misalnya, orang dapat mengukur volum gas.

Sebuah reagen yang disebut sebagai peniter[1], yang diketahui konsentrasi (larutan standar) dan volumnya digunakan untuk mereaksikan larutan yang dititer[2] yang konsentrasinya tidak diketahui. Dengan menggunakan buret terkalibrasi untuk menambahkan peniter, sangat mungkin untuk menentukan jumlah pasti larutan yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir. Titik akhir adalah titik di mana titrasi selesai, yang ditentukan dengan indikator. Idealnya indikator akan berubah warna pada saat titik ekivalensi—di mana volum dari peniter yang ditambahkan dengan mol tertentu sama dengan nilai dari mol larutan yang dititer. Dalam titrasi asam-basa kuat, titik akhir dari titrasi adalah titik pada saat pH reaktan hampir mencapai 7, dan biasanya ketika larutan berubah warna menjadi merah muda karena adanya indikator pH fenolftalein. Selain titrasi asam-basa, terdapat pula jenis titrasi lainnya.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam reaksi; titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah warna). Dalam titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator pH yang dapat digunakan adalah metil jingga, yang berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam larutan alkali.

Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.

Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang sangat tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat merubah nilai pH secara signifikan—sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara langsung. Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat ditentukan.

Ikan mas

Ikan mas atau Ikan karper (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia.
Di Indonesia, ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya.

Sistematika dan morfologi

Ahli perikanan Dr. A.L Buschkiel dalam RO. Ardiwinata (1981) menggolongkan jenis ikan karper menjadi dua golongan, yakni pertama, jenis-jenis karper yang bersisik normal dan kedua, jenis kumpai yang memiliki ukuran sisrip memanjang. Golongan pertama yakni yang bersisik normal dikelompokkan lagi menjadi dua yakni pertama kelompok ikan karper yang bersisik biasa dan kedua, bersisik kecil.

Sedangkan Djoko Suseno (2000) mengemukakan, berdasarkan fungsinya, ras-ras ikan karper yang ada di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama merupakan ras-ras ikan konsumsi dan kelompok kedua adalah ras-ras ikan hias.
Ikan karper sebagai ikan konsumsi dibagi menjadi dua kelompok yakni ras ikan karper bersisik penuh dan ras ikan karper bersisik sedikit. Kelompok ras ikan karper yang bersisik penuh adalah ras-ras ikan karper yang memiliki sisik normal, tersusun teratur dan menyelimuti seluruh tubuh. Ras ikan karper yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah ikan karper majalaya, ikan karper punten, ikan karper si nyonya dan ikan karper merah atau mas. Sedangkan yang tergolong dalam ras karper bersisik sedikit adalah ikan karper kaca yang oleh petani di Tabanan biasa disebut dengan nama karper gajah. Untuk kelompok ras ikan karper hias, beberapa di antaranya adalah karper kumpay, kaca, mas merah dankoi.

Secara morfologis, ikan karper mempunyai bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan karper ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil saja yang tubuhnya tidak ditutupi sisik. Sisik ikan karper berukuran relatif besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid berwarna hijau, biru, merah, kuning keemasan atau kombinasi dari warna-warna tersebut sesuai dengan rasnya.

Syarat dan kebiasaan hidup

Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150--600 meter di atas permukaan air laut (dpl) dan pada suhu 25-30° C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25-30%o.

Ikan mas tergolong jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik. Namun, makanan utamanya adalah tumbuhan dan binatang yang terdapat di dasar dan tepi perairan.

Perkembangbiakan

Siklus hidup ikan mas dimulai dari perkembangan di dalam gonad (ovarium pada ikan betina yang menghasilkan telur dan testis pada ikan jantan yang menghasilkan sperma). Sebenarnya pemijahan ikan mas dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada musim. Namun, di habitat aslinya, ikan mas Bering memijah pada awal musim hujan, karena adanya rangsangan dari aroma tanah kering yang tergenang air.
Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang memijah, induk-induk ikan mas aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika terjadi pemijahan.

Sifat telur ikan mas adalah menempel pada substrat. Telur ikan mas berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Antara 2-3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan mas mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari. Larva ikan mas bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva antara 0,50,6 mm dan bobotnya antara 18-20 mg.

Larva berubah menjadi kebul (larva stadia akhir) dalam waktu 4-5 hari. Pada stadia kebul ini, ikan mas memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya. Pakan alami kebul terutama berasal dari zooplankton, seperti rotifera, moina, dan daphnia. Kebutuhan pakan alami untuk kebul dalam satu hari sekitar 60-70% dari bobotnya. Setelah 2-3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1-3 cm dan bobotnya 0,1-0,5 gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan (benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan bobotnya 0,5-2,5 gram. Putihan tersebut akan tumbuh terus. Setelah tiga bulan berubah menjadi gelondongan yang bobot per ekornya sekitar 100 gram.

Gelondongan akan tumbuh terus menjadi induk. Setelah enam bulan dipelihara, bobot induk ikan jantan bisa mencapai 500 gram. Sementara itu, induk betinanya bisa mencapai bobot 1,5 kg setelah berumur 15 bulan. Induk-induk ikan mas tersebut mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk dasar perairan atau dasar kolam untuk mencari makanan.

Jenis-jenis Ikan mas

Saat ini, banyak sekali jenis ikan mas yang beredar di kalangan petani, baik jenis yang berkualitas tidak terlalu tinggi hingga jenis unggul. Setiap daerah memiliki jenis ikan mas favorit, misalnya di Jawa Barat, ikan mas yang paling digemari adalah jenis ikan mas majalaya. Di daerah lain, jenis ini belum tentu disukai, begitu juga sebaliknya. Perbedaan tersebut biasanya dipengaruhi oleh selera masyarakat dan kebiasaan para petani yang membudidayakannya secara turun-temurun. Dari beberapa jenis ikan mas yang telah dikenal masyarakat, varietas majalaya termasuk jenis unggul. Buktinya, varietas ini telah dilepas oleh Menteri Pertanian tahun 1999 dalam rangka HUT ke-25 Badan Litbang Pertanian.

Jenis-jenis ikan mas secara umum dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni ikan mas konsumsi dan ikan mas hias. Jenis ikan mas konsumsi adalah jenis-jenis ikan mas yang dikonsumsi atau dimakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi yang berasal dari hewan. Sementara itu, jenis ikan mas hias umumnya digunakan untuk memenuhi kepuasan batin atau untuk hiasan (pajangan) dan dipelihara di kolam-kolam taman atau akuarium.

Ikan Mas Konsumsi

1. Ikan Mas Punten
Ras ini dikembangkan pertama kali pada tahun 1933 di Desa Punten, Malang, Jawa Timur. Tubuhnya relatif pendek, tetapi bagian punggungnya lebar dan tinggi. Karena itu, bentuk badan ikan mas punten terkesan membuntak atau bulat pendek (big belly). Perbandingan antara panjang total dan tinggi badan adalah 2,3-2,4:1. Warna sisik hijau gelap, mata agak menonjol, gerakan tubuhnya lambat, dan bersifat jinak.

2. Ikan Mas Sinyonya atau Putri Yogya
Tidak diketahui pasti asal-usul nama ikan jenis ini. Beberapa orang menyebutkan, ikan mas ini mudah sekali bertelur sehingga disebut sinyonya. Bentuk tubuhnya memanjang (long bodied form) dan punggungnya lebih rendah dibandingkan dengan ikan mas punten. Perbandingan antara panjang dan tinggi badannya sekitar 3,66:1.
Sisiknya berwarna kuning muda seperti warna kulit jeruk sitrus. Mata ikan yang masih muda agak menonjol, kemudian berubah menjadi sipit ketika ikan sudah mulai tua. Sifat ikan mas sinyonya lebih jinak dibandingkan dengan ikan ras punten. Ikan mas sinyonya memiliki kebiasaan berkumpul di permukaan air. Fekunditas atau jumlah telur ikan mas sinyonya 85.000—125.000 dan diameternya 0,3—1,5 mm. Induk ikan mas sinyonya jantan akan matang kelamin pertama pada umur 8 bulan, sedangkan yang betina pada umur 18 bulan. Ikan mas ini tahan terhadap parasit Myxosporea. Kisaran toleransi pH-nya 5,5—8,5.

3. Ikan Mas Taiwan
Ikan mas taiwan memiliki bentuk badan yang memanjang dan bentuk punggung seperti busur agak membulat. Sisiknya berwarna hijau kekuningan hingga kuning kemerahan di tepi sirip dubur dan di bawah sirip ekor. Ikan mas taiwan sangat responsif terhadap makanan sehingga akan saling berebut ketika diberi pakan. Diduga nenek moyang ikan mas ini berasal dari Taiwan, kemudian diintroduksi dan dikembangkan di Indonesia.

4. Ikan Mas Merah
Ciri khas dari ikan mas ini adalah sisiknya yang berwarna merah keemasan. Gerakannya aktif, tidak jinak, dan paling suka mengaduk-aduk dasar kolam. Bentuk badannya relatif memanjang. Dibandingkan dengan ras sinyonya, posisi punggungnya relatif lebih rendah dan tidak lancip. Matanya agak menonjol.

5. Ikan Mas Majalaya
Sesuai dengan namanya, ikan mas ini berkembang pertama kali di daerah Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ukuran badannya relatif pendek dan punggungnya lebih membungkuk dan lancip dibandingkan dengan ras ikan mas lainnya. Perbandingan antara panjang dan tinggi tubuhnya adalah 3,2:1. Bentuk tubuhnya semakin lancip ke arah punggung dan bentuk moncongnya pipih. Sifat ikan mas ini relatif jinak dan biasa berenang di permukaan air. Sisiknya berwarna hijau keabuan dan bagian tepinya berwarna lebih gelap, kecuali di bagian bawah insang dan di bagian bawah sirip ekor berwarna kekuningan. Semakin ke arah punggung, warna sisik ikan ini semakin gelap.
Ikan mas majalaya memiliki keunggulan, di antaranya laju pertumbuhannya relatif cepat, tahan terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila, rasanya lezat dan gurih, dan tersebar luas di Indonesia. Fekunditas atau jumlah telur yang dihasilkan ikan mas majalaya tergolong tinggi, yakni 84.000—110.000 butir per kilogram induk.

6. Ikan Mas Yamato
Ikan mas ini kurang populer di kalangan petani ikan mas di Indonesia. Bentuk tubuhnya memanjang. Sisiknya berwarna hijau kecokelatan. Ikan mas ini banyak ditemukan dan dibudidayakan di Asia Timur, seperti Cina dan Jepang.

7. Ikan Mas Lokal
Ikan mas ini sebenarnya belum bisa digolongkan sebagai salah satu ras atau jenis ikan mas. Meskipun demikian, ikan ini justru paling banyak ditemukan di lapangan dan paling banyak dikenal oleh petani ikan dewasa ini.
Bentuk tubuh dan warnanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis ikan mas yang sudah ada. Secara umum, bentuk tubuhnya memanjang dan matanya tidak sipit. Kemungkinan besar ikan ini muncul akibat perkawinan silang yang tidak terkontrol dengan jenis-jenis ikan mas lain yang ada di masyarakat.

Ikan Mas Hias

Jenis-jenis ikan mas yang digolongkan ke dalam kelompok ikan mas hias sebagai berikut.

1. Ikan Mas Kumpay
Ciri yang menonjol dari ikan mas kumpay adalah semua siripnya panjang dan berumbai sehingga tampak indah ketika sedang bergerak. Warna sisiknya sangat bervariasi, ada yang putih, kuning, merah, dan hijau gelap. Bentuk badannya memanjang seperti ikan mas sinyonya. Pertumbuhannya tergolong lambat. Kadang-kadang, ikan mas ini juga dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi.

2. Ikan Mas Kancra Domas
Bentuk tubuhnya memanjang. Gerakannya mirip ikan mas taiwan, yakni selalu aktif dan kurang jinak. Sisiknya berukuran kecil dan susunannya tidak beraturan. Warna sisiknya bervariasi, ada yang biru, cokelat, atau hijau. Sisik punggungnya berwarna gelap. Semakin ke arah perut, warnanya semakin terang keperakan atau keemasan.

3. Ikan Mas Kaca
Ciri khas ikan ini adalah sebagian tubuhnya tidak tertutup sisik. Bagian yang tidak tertutup sisik sepintas tampak bening, mirip kaca. Di sepanjang gurat sisi (linea lateralis) dan di sekitar pangkal siripnya terdapat sisik berwarna putih mengilap. Sisik tersebut berukuran besar dan tidak seragam.

4. Ikan Mas Fancy
Bentuk tubuh ikan mas ini memanjang. Sisiknya berwarna putih, kuning, dan merah. Pada tubuhnya terdapat totol-totol berwarna hitam. Karena warnanya yang bermacam-macam itulah ikan mas ini disebut fancy.

5. Ikan Mas Koi
Ikan mas koi atau yang lebih populer disebut koi (saja) ini berasal dari Jepang. Mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980. Bentuk badannya bulat memanjang. Warna sisiknya beragam, ada putih, kuning, merah menyala, hitam, atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Hobiis ikan mas umumnya menyukai ikan koi jenis bastar karena warna dan pola totolnya yang indah dan menarik. Ikan koi disukai hobiis karena gerakannya lambat dan cukup jinak. Ikan koi memiliki beragam nama yang disesuaikan dengan pola dan warna tubuhnya, misalnyaplatinum nishikigoi, shusui nishikigoi, shusi nishikigoi, kohaku nishikigoi, dan taishusanshoku nishikigoi.

Bahan dan Alat
Alat
Wadah plastik, untuk tempat percobaan
DO meter atau seperangkat alat titrasi dengan metode Winkler
Jam tangan, untuk penunjuk waktu
Timbangan, untuk mengukur bobot ikan
Cling wrap, bahan pelapis/penutup terbuat dari plastik
Botol winkler
Erlenmeyer 100 ml
Biuret
Gelas ukur
Statup
Klem kupu-kupu


Bahan
Ikan mas
Air sebagai media
Lar O2 reagen
MnSO4 untuk mengikat O2
Na2S2O3 0,01 N untuk titrasi

Cara kerja
Menggunakan alat Lithron DO
Ukur DO awal air dengan menggunakan alat lithron DO sebanyak tiga kali. cara menggunakan alat ini adalah :
atur kalibrasi alat yaitu 20,9
klik on, masukan alat kedalam air yang akan diukur
Tunggu hingga stabil, angka yang ditunjukan adalah nilai DO air
Timbang ikan mas, dan masukan kedalam air pada wadah tersebut
Setelah itu wadah ditutup rapi dengan menggunakan plastic wrape
Tunggu sesuai waktu yang ditentukan
Ukur kembali air dengan menggunakan alat lithron DO sebanyak 3 kali

Metode titrasi
Isi botol winkler sampai penuh (0,5 ml)
Tambahkan O2 reagen 11 tetes dan MnSO4 11 tetes. Kocok 5 menit
Tambahkan H2SO2 11 tetes (2 ml) sampai mengendap dan hilang
Ambil air dari botol shinkler 50 ml, masukan kedalam Erlenmeyer
Titrasi dengan menggunakan Na2S2O3 hingga berubah warna dari kuning ke bening
Ukur jumlah Na2S2O3 yang digunakan (X0/X1)

Hasil pengamatan dan pembahasan
1). Data hasil pengamatan

Pengukuran DO (Disolved Oxygen)
Rata-Rata
Pengulangan
1 2 3
Awal 4 mg/L 4 mg/L 4 mg/L 4 mg/L
akhir 0,9 mg/L 1,2 mg/L 0,8 mg/L 0,97 mg/L

Keterangan :
Berat ikan mas = 71,9 g
Suhu air = 26,3C
pH air = 7,7
waktu yang digunakan adalah 45 menit

2). Pembahasan
Pertama dilakukan pengukuran DO sebanyak tiga kali, dimaksudkan untuk mengetahui DO awal air sebelum terpengaruh banyak faktor. Kemudian setelah waktu yang ditentukan, diukur kembali DO dimaksudkan untuk mengetahui konsumsi oksigen ikan persatuan waktu yang ditentukan
DO (dissolved Oxygen) sendiri adalah kadar oksigen yang terlarut dalam air. Semakin kecil nilai DO, semakin tinggi tingkat pencemaran.
Bisa dilihat dari data yang diperoleh, jumlah rata-rata DO awal adalah 4 mg/L, sedangkan jumlah rata-rata DO akhir adalah 0,97 mg/L. Hal ini bisa terjadi karena banyak faktor . salah satunya karena pengaruh aktivitas ikan, seperti pernapasan. Ikan tersebut mengambil O2 didalam air untuk aktivitas pernapasannya.
Berikut adalah perhitungan konsumsi oksigen pada ikan mas /jam
X0- X1 = 4 mg/L – 0,97 mg/L
= 3, 03 x 60/( 45)
= 4,04 mg/L

Percobaan diatas menggunakan prosedur penggunaan alat Lithron DO. Selain dengan cara itu, untuk mengetahui jumlah konsumsi oksigen ikan bisa juga menggunakan cara tradisional yaitu dengan titrasi. Namun dalam praktikum kali ini, metode titrasi tidak digunakan karena satu dan lain hal.

Kesimpulan
Banyak faktor yang mempengaruhi turunnya nilai DO awal dibanding DO akhir. Salah satunya adalah faktor aktivitas pernapasan ikan. DO awal menunjukan 4 mg/L, sedangkan DO akhir adalah 0,97 mg/L. pada percobaan ini, digunakan metode alat lithron DO dan diperoleh hasil:
jumlah konsumsi ikan mas per jam adalah 4,04 mg/L.

Daftar pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_mas
http://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Oksigen_Terlarut
http://www.airoxindonesia.com/medicalinfo.php
http://hobiikan.blogspot.com/2009/01/oksigen-terlarut-bagi-kehidupan-ikan.html

Read More......

Pengaruh Suhu Terhadap Membuka dan Menutupnya pada Operkulum Ikan

i. Judul
“Pengaruh Suhu Terhadap Membuka dan Menutupnya pada Operkulum ikan”

ii. Pendahuluan
1. latar belakang
Indonesia merupakan negara maritim yaitu sebagaian besar wilayahnya adalah perairan. Dalam suatu perairan pasti ada suatu organisme yang hidup di dalamnya, yaitu salahsatunya ikan.
Ikan atau bahasa ilmiahnya adalah picses secara umum adalah termasuk hewan bertulang belakang (vertebrata). Ikan adalah hewan berdarah dingin (polikilotermis). Suhu tubuhnya selalu mengikuti suhu lingkungannya sehingga suhu badannya turun naik bersama-sama dengan turun naiknya suhu sekitarnya. Ikan berkembang biak dengan cara bertelur. Ikan betina mengeluarkan telurnya ke dalam air, demikian pula ikan jantan mengeluarkan spermanya ke dalam air, sehingga pembuahan terjadi di luar tubuh induknya.
Pembuahan yang terjadi di luar tubuh induknya disebut pembuahan eksternal.
Ditubuh ikan terdapat gurat sisi yang berfungsi untuk mengetahui tekanan air di sekelilingnya. Ikan menggunakan ingsan yang terletak di kepalanya untuk bernafas. Cara ikan bernafas adalah sebagai berikut, air masuk melalui rongga mulut kemudian masuk dalam insang, saat air ada di dalam insang, oksigen ang terlarut dalam air diserap oleh pembuluh- pembuluh darah kecil yang terdapat pada insang dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan ke air. Air kelur dari rongga insang ketika tutup insang membuka dan begitu terus-menerus. Ikan juga mempunyai gelembung renang yang terletak diantara tulang belakang dan perut, berhubungan dengan kerongkongan. Darah pada dinding gelembung dapat memasukkan udara kedalam gelembung dan mengeluarkan udara dari gelembung itu sehingga berat ikan dapat berkurang atau bertambah sehingga ikan dapat naik dan turun di dalam air.
Dari masing-masing karakteristik yang dimiliki ikan, ditemukan satu pemikiran bahwa suhu juga berpengaruh dalam proses hidup ikan. Biasanya suhu berperan penting terhadap adaptasi fisiologi. Penyesuaian fungsi alat-alat tubuh terhadap keadaan lingkungan ini yang kemudian menyangkutkan operkulum sebagai salah satu organ tubuh yang ikut andil dalam adaptasi fisiologi. Operkulum ikan yang membuka dan menutup sangat bergantung terhadap suhu air sebagai media hidup ikan.
Sebagai mahasiswa perikanan dan ilmu kelautan, kita diharuskan untuk mengetahui hal-hal tersebut. Oleh karena itu, maka dilakukanlah praktikum “Pengaruh Suhu Terhadap Membuka dan Menutupnya pada Operkulum ikan” ini.

2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami pengaruh suhu terhadap gerak operkulum ikan

3. Landasan teori
Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Fujaya,1999).
 Suhu
Suhu menurut Kangingan (2007:52-53) adalah suatu besran yang menyatakan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda.
Suhu menunjukkan derajat panas benda.n Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut.
Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Suhu juga disebut temperatur.Benda yang panas memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan benda yang dingin.
Suhu juga disebut temperatur . Alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer. Namun dalam kehidupan sehari-hari, untuk mengukur suhu masyarakat cenderung menggunakan indera peraba. Tetapi dengan adanya perkembangan teknologi maka diciptakanlah termometer untuk mengukur suhu dengan valid.


 Termometer
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur), ataupun perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang berarti bahang dan meter yang berarti untuk mengukur. Prinsip kerja termometer ada bermacam-macam, yang paling umum digunakan adalah termometer air raksa.

 Pernapasan
Pernapasan adalah proses pengikatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui permukaan alat pernapasan. Proses pengikatan oksigen tersebut dipengaruhi struktur alat pernapasan, juga dipengaruhi perbedaan tekanan parsial O2 antara perairan dengan darah. Perbedaan tersebut menyebabkan gas-gas berdifusi ke dalam darah atau keluar melalui alat pernapasan.

AlatPernapasan

a). insang
Pada hampir semua ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran gas. Insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di dalamnya. Tiap-tiap filamen insang terdiri atas banyak lamella yang merupakan tempat pertukaran gas. Struktur lamella terdiri atas sel-sel epitel yang tipis pada bagian luar, membran dasar, dan sel-sel tiang sebagai penyangga pada bagian dalam. Pinggiran lamella yang tidak menempel pada lengkung insang sangat tipis, ditutupi oleh epitelium dan mengandung jaringan pembuluh darah kapiler. Jumlah dan ukuran lamella sangat besar variasinya, tergantung tingkah laku ikan.

b) Paru-paru
Paru-paru merupakan derivat gelembung renang. Pada ikan paru Australia Neocaratodus, paru-paru terletak di sebelah atas saluran pencernaan tetapi duktus pneumatikusnya terbuka ke arah bagian bawah dinding lambung. Sebaliknya, ikan paru Afrika Protopterus , sepasang paru-parunya terletak di sebelah bawah saluran pencernaan.
Baik ikan paru Australia maupun Afrika memiliki keharusan menghirup oksigen dari udara. Karena itu, jenis ikan ini mempunyai kemampuan untuk beradaptasi pada kondisi sangat kering dilingkungannya.
Alat pernapasan tambahan
Selain insang atau paru-paru, beberapa jenis ikan memiliki alat pernapasan tambahan yang dapat mengambil oksigen secara langsung dari udara. Contoh alat pernapasan tambahan pada ikan:
1) Arborescent organ pada ikan Lele Clarias sps, merupakan insang tambahan berbentuk pohon di bagian atas lengkung insang kedua dan ketiga, berfungsi mengambil oksigen dari atas permukaan air.
2) Kulit merupakan alat pernapasan tambahan pada ikan Blodok Periopthalmus dan Boleopthalmus, di samping itu penutup insang yang berkembang berlipat-lipat dan bagian dalamnya terdapat banyak pembuluh darah.
3) Labirinth, merupakan alat pernapasan tambahan pada ikan Betok Anabas testudineus Ikan-ikan yang memiliki alat pernapasan tambahan mampu bertahan hidup dalam kondisi hypoxia, bahkan anoxia.
4) Divertikula, merupakan alat pernapasan tambahan pada ikan gabus.

iii. Bahan dan Alat
Alat
1) Beaker glass sebagai tempat untuk pengamatan ikan
2) Wadah pelastik sebagai tempat sampel ikan sebelum diamati
3) Water bath sebagai tempat penangas air
4) Freezer sebagai tempat pembuat es batu
5) Palu untuk memecah bongkahan es
6) Thermometer Hg untuk mengukur suhu air
7) Hand counter untuk menghitung bukaan operculum
8) Stopwatch untuk mengamati waktu

Bahan
1) 5 ekor Benih ikan nila
2) Stok air panas untuk mengubah suhu air sesuai perlakuan
3) Stok es untuk mengubah suhu air


iv. Cara kerja
1) Masukkan air ke dalam masing-masing wadah plastic dan beaker glass.
2) Masukan benih ikan nila kedalam wadah plastik pertama dan ukur suhu pada baker glass, catat!
3) Masukkan benih ikan uji pertama 1 ekor ke dalam baker glass yang sudah ditentukan suhunya. Kenudian hitung banyaknya gerakan membuka dan menutup operculum ikan tersebut selama 1 menit. Catat! Ulangi sampai tiga kali
4) Keluarkan ikan yang telah diamatai dari beaker glass dan masukan kedalam wadah plastic
5) Untuk ikan kedua sampai ikan kelima, perlakuan sama seperti pada poin 3 dan 4
6) Setelah perlakuan pertama selesai, dilanjutkan perlakuan kedua yaitu menaikan suhu sebanyak 3oC dari suhu kamar, dengan cara menambahkan air panas dari water bath sehingga didapatkan suhu yang sudah ditentukan.
7) Ulangi percobaan seperti pada point 3 sampai 5
8) benih ikan dan air pada beaker glass maupun wadah plastic diganti dengan yang baru
9) Ulangi percobaan seperti pada poin 1 samapai 5
10) Selanjutnya atur suhu supaya 3C dibawah suhu kamar yaitu denga cara menambahkan es yang telah disediakan kedalam baker glass, kemudian ukur dengan thermometer sampai suhu yang diperlukan tercapai.
11) Pertahankan supaya suhu tetap stabil, ulangi perlakuan seperti point 3 sampai 5
12) Catat hasil tersebut dalam table pengamatan

v. Hasil pengamatan dan pembahasan
1). Data hasil pengamatan
Percobaan pertama dengan suhu kamar
Ikan 1 100 102 111 104,3
Ikan 2 151 149 145 148,3
Ikan 3 74 93 96 87,6
Ikan 4 97 117 125 113
Ikan 5 108 130 127 121,6

Percobaan kedua dengan +3C dari suhu kamar
Ikan1 138 131 137 135,3
Ikan 2 162 136 157 151,6
Ikan 3 98 107 106 103,6
Ikan 4 123 146 129 132,6
Ikan 5 165 171 175 170,3

Percobaan ketiga dengan suhu kamar
Ikan 1 153 164 157 158
Ikan 2 172 166 166 168
Ikan 3 148 141 151 146,7
Ikan 4 167 171 157 165
Ikan 5 161 156 154 157

Percobaan keempat dengan suhu kamar -3C dari suhu kamar
Ikan 1 143 137 124 134,7
Ikan 2 148 138 139 141,7
Ikan 3 95 101 98 98
Ikan 4 138 136 141 138,3
Ikan 5 138 153 138 143

b). Pembahasan
pada table pertama adalah perlakuan terhadap kelima benih ikan, masing-masing tiga kali diulangi. Pada perlakuan kali ini suhu kamar menunjukan 25C. selanjutnya table kedua adalah perlakuan terhadap kelima ikan, masing-masing tiga kali diulangi, tetapi suhu menunjukan 28C setelah ditambahkan air panas.
Pada table ketiga dan keempat, air, dan ikan yang digunakan adalah berbeda dengan perlakuan table pertama dan kedua. Pada table ketiga, perlakuan sama seperti table pertama. Untuk table keempat juga sama dengan table pertama, namun suhu yang digunakan adalah 22C setelah ditambahkan es batu.
Kenaikan atau penurunana pembukaan rata-rata operculum ikan, bisa dilihat dikolom lima pada setiap tabel.Dari praktikum diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan suhu lingkungan pada ikan itu sangat mempengaruhi laju konsumsi oksigen pada ikan tersebut, dalam suhu kamar kebutuhan oksigen lebih optimal sehingga gerakan membuka serta menutupnya operculum stabil.
Kenaikan suhu pada suatu peraiaran menyebabkan kelarutan oksigen (DO) Dissolve Oksigen di peraiaran tersebut akan menurun, sehingga akan kebutuhan organisme air terhadap oksigen semakin bertambah dengan pergerakan operculum yang semakin cepat.
Penurunan suhu pada suatu perairan dapat menyebabkan kelarutan oksigen dalam perairan itu meningkat sehingga kebutuhan organisme dalam air terhadap oksigen semakin berkurang, hal ini menyebabkan jarangnya frekuensi membuka serta menutupnya overculum pada ikan tersebut makin lambat.

Terdapat hubungan antara peningkatan temperature dengan laju metabolisme biasanya 2 – 3 kali lebih cepat pada setiap peningkatan suhu 10° C, aklimasi pada ikan dilakukan agar ikan tidak mengalami stress pada saat berlangsungnya pengamtan tersebut.

vi. Kesimpulan
jadi permyataan bahwa ikan adalah hewan poikiloterm adalah benar. Karena ikan memang suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya, dibuktikan dengan gerakan membuka dan menutup operculum ikan tersebut.
Suhu yang diatur akan akan menimbulkan efek membuka dan menutup operculum ikan tersebut dari stabil akan menjadi semakin cepat atau semakin lambat. Ketika suhu dinaikan, gerakan operculum semakin cepat dan ketika suhu diturunkan gerakan operculum menjadi lambat.

vii. Daftar pustaka

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-qoriaturro-25751
http://www.scribd.com/doc/35386449/Laporan-Praktikum-Pengaruh-Suhu-Terhadap-Gerak-Operkulum-Pada-Ikan
http://www.scribd.com/doc/25244199/Penelitian-Penyesuaian-Hewan
http://www.findtoyou.com/document/gerak+operkulum+ikan.html

Read More......

Hidrokarbon Nonaromatik

Tujuan:
1. Mengetahui senyawa hidrokarbon dengan menggunakan metode Baeyer

Teori:
Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui senyawa hidrokarbon, misalnya minyak tanah, bensin, gas alam, plastik dan lain-lain.
Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 2 juta senyawa hidrokarbon. Untuk mempermudah mempelajari senyawa hidrokarbon yang begitu banyak, para ahli mengolongkan hidrokarbon berdasarkan susunan atom-atom karbon dalam molekulnya.
Berdasarkan susunan atom karbon dalam molekulnya, senyawa karbon terbagi dalam 2 golongan besar, yaitu senyawa alifatik dan senyawa siklik. Senyawa hidrokarbon alifatik adalah senyawa karbon yang rantai C nya terbuka dan rantai C itu memungkinkan bercabang. Berdasarkan jumlah ikatannya, senyawa hidrokarbon alifatik terbagi menjadi senyawa alifatik jenuh dan tidak jenuh.

- Senyawa alifatik jenuh adalah senyawa alifatik yang rantai C nya hanya berisi ikatan-ikatan tunggal saja. Golongan ini dinamakan alkana.
Contoh senyawa hidrokarbon alifatik jenuh:

- Senyawa alifatik tak jenuh adalah senyawa alifatik yang rantai C nya terdapat ikatan rangkap dua atau rangkap tiga. Jika memiliki rangkap dua dinamakan alkena dan memiliki rangkap tiga dinamakan alkuna. Contoh senyawa hidrokarbon alifatik tak jenuh:

- Senyawa hidrokarbon siklik adalah senyawa karbon yang rantai C nya melingkar dan lingkaran itu mungkin juga mengikat rantai samping. Golongan ini terbagi lagi menjadi senyawa alisiklik dan aromatik.
• senyawa alisiklik yaitu senyawa karbon alifatik yang membentuk rantai tertutup.

• Senyawa aromatik yaitu senyawa karbon yang terdiri dari 6 atom C yang membentuk rantai benzena.

Berdasarkan ikatan yang terdapat pada rantai karbonnya, hidrokarbon dibedakan menjadi :
1) Hidrokarbon jenuh, yaitu hidrokarbon yang pada rantai karbonnya semua berikatan tunggal. Hidrokarbon ini disebut juga sebagai alkana.
2) Hidrokarbon tak jenuh, hidrokarbon yang pada rantai karbonnya terdapat ikatan rangkap dua atau rangkap tiga.
Hidrokarbon yang mengandung ikatan rangkap dua disebut alkena dan hidrokarbon yang mengandung ikatan rangkap tiga disebut alkuna.
1) Alkana
Alkana merupakan hidrokarbon alifatik jenuh yaitu hidrokarbon dengan rantai terbuka dan semua ikatan karbon-karbonnya merupakan ikatan tunggal. Alkana juga disebut parafin yang berarti mempunyai daya ainitas kecil (sukar bereaksi).
2) Alkena
Alkena adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai satu ikatan rangkap dua ( C=C ) pada rantai karbonnya. Sehingga alkena yang paling sederhana mempunyai 2 atom C. Alkena disebuut juga olefin dari kata olefiant gas (gas yang membentuk minyak).
3) Alkuna
Alkuna adalah hidrokarbon alifatis tak jenuh yang mempunyai satu ikatan rangkap tiga ( – C C – ) pada rantai karbonnya. Dibandingkan dengan alkana dan alkena yang ssuai, alkuna mempunyai lebih jumlah atom (H) yang lebih sedikit.
Uji Baeyers
Uji baeyer merupakan suatu uji untuk menunjukkan kereaktifan heksana, benzena,dan sikloheksana tehadap oksidator KMnO4 yang merupakan katalis. Pada uji baeyers ini dilakukan dengan mencampurkan larutan Na2CO3 5% dan larutan KMnO4 1%. Ketika dicampurkan dengan larutan Na2CO3 5% larutan pada senyawa hidrokarbon berubah menjadi bening, tetapi ketika dicampurkan dengan KMnO4 1% senyawa hidrokarbon menjadi berwarna ungu. Hasil yang seharusnya terjadi Hasil yang semestinya adalah hilangnya warna ungu dari KMnO4 dan terbentuknya endapan MnO2.
Alat dan Bahan
Alat:
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung
3. Pipet
4. Spatula
5. Timbangan
6. Kawat kasa
7. Pembakar bunsen

Bahan:
1. Alkohol absolute
2. KMnO4 1%
3. n-heksana
Prosedur
1. Memasukkan 3 tetes sampel (30mg padatan) yang dilarutkan dalam 1ml alkohol absolute kedalam tabung reaksi.
2. Memasukkan KMnO4 1% ke dalam campuran.
Hasil positif akan diperoleh jika dalam 1 menit warna ungu ion permanganat hilang dan terbentuk endapan oksida hidrat mangan berwarna coklat
Hasil dan Pembahasan
Hasil:
Sampel 1 (sikloheksana)
• Ada endapan oksida hidrat mangan berwarna coklat
• Larutan berwarna kecoklatan
+ 2KMnO4 + H2O  + KMnO2 + 3(o) + 2 KOH
Sampel 2 (heksana)
• Tidak ada endapan oksida hidrat mangan berwarna coklat
• Larutan berwarna kecoklatan (seharusnya larutan berwarna ungu)  negatif
CH3CH2CH2CH2CH2CH3 + KMnO4 + H2O ≠
Pembahasan:
Dalam Praktikum ini menggunakan prinsip metode baeyer. Uji baeyer merupakan suatu uji untuk menunjukkan kereaktifan heksana, benzena,dan sikloheksana tehadap oksidator KMnO4 yang merupakan katalis. Terlihat dari hasil percobaan sampel 1 yang menghasilkan endapan oksida hidrat mangan berwarna coklat dan larutan berwarna kecoklatan yang berarti percobaan ini positif bereaksi terhadap KMnO4. Sedangakan pada sampel 2 yang menggunakan bahan yang berbeda dari sampel yang pertama yaitu heksana mengasilkan hasil yang berbeda dengan sampel yang pertama yaitu tidak ada endapan dan larutan berwarna kecoklatan, yang seharusnya berwarna ungu kemudian membentuk endapan berwarna coklat. Dari hasil sampel 2 ini berupa hasil yang negatif bereaksi dengan KMnO4. Hal ini terjadi karena kemungkinan kesalahan praktikan sewaktu menambahkan KMnO4 atau mungkin tabung reaksi yang kurang bersih atau steril.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat kita simpulkan bahwa dalam Uji baeyers digunakan untuk melihat adanya ikatan tak jenuh (ikatan rangkap), dan terjadi reaksi adisi dimana aldehid dapat melakukan reaksi adisi dengan asam dan membentuk senyawa karbonil kembali.
DAFTAR PUSTAKA
http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/16/hidrokarbon/
http://sahri.ohlog.com/hidrokarbon.cat3518.html
http://widastra.wordpress.com/2010/04/25/praktikum-organik-1-modul-3-2/

Read More......

Sejarah Organisasi Renang Di Indonesia

Semenjak Indonesia belum mendapatkan kemerdekaan, di negara kita (INDONESIA) telah ada beberapa kolam renang yang indah dan baik. Akan tetapi pada waktu itu, kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk belajar berenang tidak mungkin. Hal ini disebabkan setiap kolam renang yang dibangun hanyalah diperuntukkan bagi para bangsawan dan penjajah saja. Memang pada waktu itu ada juga kolam renang yang dibuka bagi masyarakat banyak, akan tetapi harga tiket masuk sangat sedemikian tingginya, sehingga para pengunjung tertentu terutama rakyat Indonesia yang miskin harta tidak bisa membayar tiket masuk untuk berenang.

Bicara soal kolam renang di Indonesia, salah satu dari sekian banyak kolam renang yang dibangun setelah tahun 1900 adalah kolam renang Cihampelas di Bandung yang didirikan pada tahun 1904. Sesuai dengan tempat kelahiran kolam renang Cihampelas, maka awal dari kegiatan olahraga renang di Indonesia dapat dikatakan dan dimulai dari Bandung. Setelah itu persatuan persatuan atau perkumpulan perkumpulan berenang pun bermunculan. Pertama-tama berdirilah perserikatan berenang diberi nama Bandungse Zwembond atau Perserikatan Berenang Bandung, didirikan pada tahun 1917, perserikatan ini membawahi sekitar 7 perkumpulan yang diantaranya adalah perkumpulan renang di lingkungan sekolah seperti halnya OSVIA, MULO dan KWEEKSCHOOL.

Selain di Bandung, di Jakarta dan di Surabaya juga mendirikan perkumpulan-perkumpulan berenang dalam tahun yang sama. Kemudian barulah pada di tahun 1918 berdiri West Java Zwembond atau Perserikatan Berenang Jawa barat dan pada tahun 1927 berdiri pula Oost Java Zwembond atau Perserikatan Berenang Jawa Timur yang beranggotakan kota-kota seperti : Malang, Surabaya, Pasuruan, Blitar dan Lumajang. Sejak saat itu pula mulai diadakan pertandingan pertandingan antar kota maupun antar daerah. Bahkan dalam kejuaraan-kejuaraan itu, munculah banyak rekor dari para perenang dan rekor-rekornya itu juga menjadi rekor di negeri Belanda.

Di tahun 1936, ada perenang yang berhasil mencatatkan rekor ialah Pet Stam seorang Hindia Belanda berdasarkan rekornya 0:59.9 untuk 100 meter gaya bebas yang dicatat di kolam renang Chiampelas Bandung, Pet Stam berhasil dikirim untuk ambil bagian dalam Olimpiade Berlin atas nama negeri Belanda. Dan ada pula dua orang peloncat indah masing-masing Haasman di bagian putera dan Kiki Heckle turut pula ambil bagian dalam Olimpiade Berlin, dimana peloncat putri menduduki urutan ke 8.

Hingga pada tahun 1940, Nederlands Indishce Zwembond atau NIZB telah beranggotakan 12.00 perenang. Dan pada zaman pendudukan Jepang tahun 1943 – 1945, kesempatan untuk bisa berenang bagi bangsa Indonesia semakin besar. Oleh karena pemerintahan pendudukan Jepang membuka seluruh kolam renang di tanah air untuk masyarakat umum. Di periode tahun 1945, perkembangan olahraga renang di tanah air Indonesia praktis menurun, dikarenakan pada saat itu bangsa Indonesia dalam kancah perjuangan melawan penjajah Jepang.

Hingga tanggal 20 Maret 1951, kemudian dunia renang Indonesia praktis berada di bawah pimpinan Zwembond Voor Indonesia (ZBVI) dan kemudian sejak tanggal 21 Maret 1951 lahirlah Persatuan Berenang Seluruh Indonesia yang kemudian disingkat PBSI. Kongresnya yang pertama di Jakarta, berhasil mengukuhkan Ketua yang pertama, Prof. dr. Poerwo Soedarmo, dibantu oleh wakil ketua, sekretaris, bendahara dan komisi teknik. Sejak saat itu, olahraga renang Indonesia setahap demi setahap maju dan berkembang serta selanjutnya dalam tahun 1952, PBSI menjadi anggota resmi dari Federasi Renang Dunia – FINA (singkatan dari Federation Internationale de Nation). dan International Olympic Committee (IOC).

Hingga pada tahun 1952 telah terdaftar sebanyak 29 perkumpulan, tergabung dalam PBSI. Oleh karena itu kemudian didirikan top-top organisasi olahraga berenang di tingkat daerah. Dari situ perkembangan olahraga berenang di Indonesia kian hari kian berkembang, hal ini ditandai dengan penyelenggaraan perlombaan renang hampir setiap tahun di tingkat nasional. Begitu pula halnya dalam setiap pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON), cabang olahraga renang menjadi nomor-nomor utama yang di pertandingkan.

Dengan makin berkembangnya prestasi olahraga renang di Indonesia pada tahun 1952, Indonesia mengirimkan duta-duta renangnya ke arena Olympiade di Helsinki, kemudian pada tahun 1953 kembali Indonesia ambil bagian dalam Youth Festival di Bukarest. Pada tahun 1954 regu polo air Indonesia dikirim untuk mengikuti Asian Games ke II di Manila, Philipina. Pada tahun 1954, berlangsung kongres PBSI ke II, diselenggarakan di Bandung dengan menghasilkan susunan pengurus yang diketuai oleh D. Seoprajogi, ditambah satu sekretaris, bendahara dan 3 komisi teknik. Kongres PBSI yang ke III diselenggarakan di Cirebon, dimana dalam kongres ini memilih kembali kepengurusan baru yang ketuanya masih tetap di jabat D. Soeprajogi, ditambah 3 pengurus lainnya.

Untuk ke IV kalinya PBSI menyelenggarakan kongres pada tahun 1957 di Makasar (sekarang Ujung Pandang) Kongres ini menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya memilih susunan kepengurusan yang baru dengan ketua D. Soeprajogi. Kemudian atas permintaan peserta kongres tersebut istilah persatuan dalam singkatan PBSI, diganti menjadi Perserikatan. Dengan demikian PBSI dalam hal ini menjadi sebuah singkatan dari Perserikatan Berenang Seluruh Indonesia.

Di tahun 1959 diadakan Kejuaraan Nasional Renang. Kejuaraan ini untuk pertama kalinya mengadakan pemisahan antara Senior dan Junior di Malang, Jawa Timur. Berlangsung pula kongres PBSI ke V, dimana pada kongres itu disamping memilih kepengurusan baru yang ketuanya masih tetap dipercayakan kepada D. Soeprajogi, juga kongres ini merubah nama Perserikatan Berenang Seluruh Indonesia (PBSI) menjadi Perserikatan Renang Seluruh Indonesia (PRSI). Perubahan ini timbul dengan pertimbangan bahwa terdapatnya dua induk organisasi olahraga yang mempunyai singkatan sama PBSI. Selain cabang olahraga renang, singkatan ini juga digunakan oleh Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia. Pada Kongres di Malang Jawa Timur Ketua PRSI, D. Soeprajogi di dampingi oleh 2 wakil ketua, dua sekretaris, bendahara, pembantu umum ditambah komisi teknik dengan 2 orang anggota.

Kemajuan olahraga renang di Indonesia secara keseluruhan berkembang kian pesat dan dalam tahun 1962, berhasil menampilkan nama-nama besar seperti Achmad Dimyati, Mohamad Sukri di bagian putera, sementara Iris, Tobing, Lie Lan Hoa, Eny Nuraeni serta banyak lagi di bagian puteri. Dalam tahun 1963 di Jakarta, kembali PRSI menyelenggarakan kongres dan berhasil menyusun kepengurusan baru dengan ketua umum D. Soeprajogi.

Selanjutnya di dampingi 3 orang ketua, 2 orang perenang, loncat indah dan polo air. Keputusan lain yang diperoleh dalam kongres PRSI ke VI itu adalah merubah kembali istilah \”Persatuan\”. Hingga sekarang PRSI merupakan singkatan dari Persatuan Renang Seluruh Indonesia. Meskipun dalam falsafahnya bahwa olahraga itu tidak bisa dikaitkan dengan politik. Namun dalam kenyatannya perkembangan politik di dalam negeri pada waktu itu membawa pengaruh besar terhadap perkembangan olahraga.
Pada tahun 1963 Indonesia harus mengundurkan diri dari pesta olahraga GANEFO, dikarenakan dimana pesertanya ada beberapa negara yang memang belum menjadi anggota FINA. Untuk menghindarkan kemungkinan adanya skorsing, Indonesia dalam hal ini PRSI mengambil langkah pengunduran diri sebagai anggota FINA. Pada tahun 1966, Indonesia kembali menjadi anggota FINA. Pada tahun itu pula Indonesia mengambil bagian dalam Asian Games ke V di Bangkok.

Kemudian musyawarah PRSI ke VII berlangsung kembali di Jakarta pada tanggal 24 - 27 April 1968. Salah satu keputusannya mengukuhkan kepengurusan baru PRSI dengan ketua umum tetap dipercayakan kepada D. Soeprayogi, di tambah dengan 2 orang ketua, 2 sekretaris, bendahara dan panitia teknik yang terdiri atas 3 orang masing-masing untuk renang, loncat indah dan polo air.

Source:
http://mszzz.wordpress.com/2009/04/08/sejarah-prsi/

Read More......

Membangun Ekonomi Kelautan Dengan Mengoptimalisasi Potensi Ekonomi Kelautan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut lebih besar daripada luas daratannya. Laut Indonesia memiliki luas kurang lebih 5,6 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, terdiri atas 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan kepulauan, serta 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Dengan potensi sumberdaya, baik dari segi kuantitas dan diversitasnya. Selain itu Indonesia tetap berhak untuk berpartisipasi dalam pengolaan dan pemanfaatan kekayaan alam di laut lepas di luar batas 200 mil laut ZEE, serta pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar laut perairan internasional di luar batas landas kontinen. Disini nampak bahwa kepentingan pembangunan ekonomi di Indonesia lebih memanfaatkan potensi sumberdaya daratan daripada potensi sumberdaya perairan lautnya.

Pada masa kerajaan nusantara dahulu memang benar perdagangan laut dan armada laut (admiral) kita sangat menonjol. Ini membuktikan bahwa orientasi pembangunan kemaritiman negara kita telah maju pada saat itu. Tapi di sisi lain kita tidak bisa menafikan bahwa pada hakikatnya kultur agrarislah yang lebih dominan dalam nadi budaya bangsa. Jadi disini kita melihat fakta terdahulu bahwa pembangunan lautan dan daratan sudah menjadi budaya bangsa. Perlu diterangkan bahwa antara istilah kelautan dan maritim harus dibedakan. Kelautan merujuk kepada laut sebagai wilayah geopolitik maupun wilayah sumberdaya alam, sedangkan maritim merujuk kepada kegiatan ekonomi yang terkait dengan perkapalan, baik armada niaga maupun militer, serta kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan itu seperti industri maritim dan pelabuhan. Dengan demikian kebijakan kelautan merupakan dasar dari kebijakan maritim sebagai aspek aplikatifnya. Indonesia memiliki potensi maritim yang sangat strategis maka seharusnya diperlukan melakukan revitalisasi pembangunan yang kompromis.

Inilah potensi besar bangsa ini yang harus terus menerus di revitalisasi secara berkelanjutan, berimbang dan berwawasan lingkungan. Tetapi dalam sejarah kehidupan manusia bahwa kekayaan alam (nature resources) bukanlah faktor dominan pembangunan suatu bangsa. Tetapi modal utama pembangunan sejatinya adalah pembangunan sumberdaya manusia (human resources) itu sendiri. Konsep negara kepulauan (nusantara) memberikan kita sebagai bangsa ini anugrah yang luar biasa. Letak geografis negara ini strategis, diantara dua benua dan dua samudera dimana paling tidak 70% angkutan barang melalui laut dari Eropa, Timur tengah, dan Asia Selatan ke wilayah pasifik dan sebaliknya harus melalui perairan negara kita.

Wilayah Laut yang demikian luas, dengan 17.500an pulau-pulau yang mayoritas kecil memberikan akses pada sumberdaya alam seperti pada ikan, terumbu karang dengan kekayaan biologi yang bernilai ekonomi yang tinggi, wilayah wisata bahari, sumber energi terbarukan maupun minyak dan gas bumi, mineral langka dan juga media perhubungan antar pulau yang sangat ekonomis. Ekonomi kelautan makin strategis seiring pergeseran pusat kegiatan ekonomi dunia dari poros Atlantik ke poros Pasifik. Hampir 70persen dari total perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia Pasifik dan 75persen dari barang-barang yang diperdagangkannya ditransportasikan melalui laut Indonesia (Selat Malaka, Selat Lombok, Selat Makasar dan Laut-laut lainnya). Seharusnya Indonesia mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari posisi kelautan global tersebut.

Dan sekarang dalam era persaingan global, di mana batas antar negara menjadi kabur, tiap-tiap negara berupaya membangun dan memperkuat positioning industri dalam negeri. Indonesia sebagai negara yang disebut akan menjadi kekuatan ekonomi global dan dikelompokkan ke dalam BRIIC (Brasil, Rusia, India, Indonesia, China) perlu mempersiapkan diri. Posisi keunggulan bersaing (competitive advantage) biasanya dibangun secara bertahap dan berbasis sumberdaya yang dimiliki. Indonesia perlu dengan segera mengidentifikasi potensi-potensi yang dapat menjadi sumber keunggulan bersaing. Desain pembangunan nasional selama ini terkesan masih bertumpu pada optimalisasi sumber daya di darat, seperti penjelasan di atas.

Kebijakan sektor pertanian, perkebunan dan peternakan terus dioptimalkan dalam beberapa dekade. Padahal Indonesia memiliki potensi laut berlimpah. Mengoptimalisasi semua potensi yang terdapat di dalamnya dapat dijadikan sumber keunggulan bersaing Indonesia di masa depan. Perlu adanya upaya usaha yang serius dari semua pihak untuk membangun industri nasional berbasis kelautan yang terintegrasi dari sektor hulu-hilir. Indonesia memiliki potensi ekonomi pesisir (coastal economy) yang belum diberdayakan. Bentangan pantai di Indonesia mencapai 95.181 km. Garis pantai Indonesia ini tercatat sebagai yang terpanjang keempat di dunia. Berbekal dari faktor geografis ini ekonomi pesisir sebenarnya mempunyai potensi yang sangat besar.
Salah satu hasil pesisir yang telah terbukti memberikan kontribusi signifikan secara nasional adalah industri rumput laut. Indonesia kurang lebih memasok 50% rumput laut gelondongan dunia.

Potensi ekonomi pesisir seperti rumput laut telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu produsen rumput laut terbesar di dunia. Ini tentu memberikan pemasukan bagi negara, pekerja yang dilibatkan, dan kontribusi kepada penduduk Indonesia yang mayoritas tinggal di pesisir. Berbekal prestasi di atas dan peluang untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada, rumput laut sangat vital untuk diperhatikan oleh pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah. Demi meningkatkan potensi tersebut, pemerintah perlu merancang desain kluster ekonomi pesisir, sehingga dapat meningkatkan daya saing nasional. Kedepan, industri turunan rumput laut perlu dibangun untuk menciptakan nilai tambah secara nasional. Industri rumput laut Indonesia tentunya akan sulit untuk disaingi oleh negara-negara lain.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan 2008, ekspor rumput laut dalam bentuk olahan hanya mencapai 15%. Sisanya dalam bentuk gelondongan. Karena itu, desain kluster yang dapat mendukung industri rumput laut diharapkan dapat mendorong terciptanya industri yang memberikan nilai tambah bagi rumput laut. Tentunya optimalisasi ekonomi pesisir tidak dapat dilakukan sendirian oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Diperlukan political dan good will untuk menyinergiskan strategi dan kebijakan nasional demi mendukung industrialisasi daerah pesisir di Indonesia.

Kementerian Keuangan, Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM perlu duduk bersama untuk memfokuskan strategi pengembangan ekonomi daerah. Selain peran dari beberapa kementerian di atas, ekonomi pesisir ini sangat erat hubungannya dengan kualitas pengamanan aparatur pemerintahan. Coba bayangkan jika kita dapat menjaga kelestarian sumber daya laut dan mencegah pencurian yang jumlahnya sampai puluhan ribu kasus serta mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp36,5 triliun setiap tahunnya. Sinergi perlu dibangun untuk menyediakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, khususnya tenaga-tenaga terampil yang akan mengembangkan industri-industri tersebut. Peran perguruan tinggi dan industri diperlukan untuk mempersiapkan SDM yang relevan.

Pada akhirnya, dibutuhkan hubungan pemerintah, perguruan tinggi, dan industri untuk dapat menciptakan hasil yang optimal. Di dalam pembangunan ekonomi pesisir ini pemerintah dituntut untuk dapat membuat kebijakan yang berorientasi peningkatan daya saing nasional. Sinergi ketiga pihak dalam kerja sama yang harmonis inilah yang kita butuhkan. Selain itu, strategi dan kebijakan di bidang kelautan perlu segera dibenahi guna mengoptimalkan potensi kelautan, baik menyangkut sumber daya laut maupun bisnis transportasinya. Sektor kelautan butuh pemihakan lewat kebijakan fiskal dan moneter.

Kebijakan yang mengutamakan potensi industri dalam negeri, baik industri perikanan maupun industri pelayaran perlu dijalankan secara konsisten sesuai Undang-Undang yang berlaku. Selain itu, seluruh pelaku sektor kelautan, terutama dunia usaha dan pemerintah, perlu bersatu untuk mewujudkan Indonesia Fishery Incorporated
Masalahnya pengembangan potensi kelautan terbentur hambatan struktural. Belum ada kesadaran politis secara nasional tentang betapa besarnya potensi ekonomi perikanan dan kelautan. Pentingnya pemihakan kebijakan untuk sektor kelautan, baik melalui kebijakan makro, fiskal, dan moneter.

Kelautan masih ditempatkan sebagai halaman belakang, sebagai sektor yang termarjinalkan. Agar laut bisa dijadikan halaman depan, perlu kesadaran politik yang kuat. Sebenarnya ini sudah dirintis Gus Dur ketika beliau menjadi presiden. Dan pemerintah harus segera membangun dan memperbaiki infrastruktur di sektor perikanan dan kelautan yang masih lemah. Tanpa upaya itu, sektor ini akan tertinggal sangat jauh dibanding negara kompetitor. Dan pada jangka panjangnya pemerintah harus melakukan perubahan orientasi pendidikan ke arah rasionalitas ilmu pengetahuan dan teknologi, kesadaran akan sumber-sumber keunggulan kompetitif, kepekaan budaya, kedalaman budi pekerti yang luhur dan penanaman sifat menyikapi tantangan perubahan secara positif.

Saya kira, kita masih punya banyak kesempatan dan banyak peluang yang terbuka lebar di depan mata. Dan disamping pada saat ini sebenarnya juga telah muncul banyak harapan besar pada Indonesia untuk kembali maju memimpin dunia dengan mengembangkan atau mengoptimalisasi potensi ekonomi dari sektor kelautan di Indonesia.

Read More......

Pemisahan Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis

Tujuan:
1. Mempelajari Kromatografi Lapis Tipis
2. Mempelajari cara pemisahan senyawa kromatografi lapis tipis

Teori:


Alat dan Bahan:

Alat:
1. Kaca Arloji
2. Micropipet
3. Hairdryer
4. Bajana Pemisah
5. Plat KLT
6. Lampu UV

Bahan:
1. Sampel
2. n-heksan
3. Metanol
4. Aseton

Prosedur Kerja:

1. Larutan n-heksan : metanol (8:2) dimasukan kedalam tabung kemudian ditutup dengan kaca arloji
2. Plat KLT disiapkan
3. Plat KLT diberi tanda bercak ditotolkan pada jarak 15mm dari tepi bawah lapisan
4. Jarak antara satu bercak awal dengan bercak lainnya diatur jadi 3-5mm
5. Jarak antara bercak paling pinggir dengan tepi samping diatur jadi 10mm
6. Lapisan tidak boleh rusak selama penotokan
7. Sampel ditotolkan dengan menggunakan micropipet yang terlebih dahulu dibersihkan dengan aseton
8. Micropipet dimasukan kedalam sampel
9. Plat KLT yang sudah ditotol sampel dimasukan kedalam bejana pemisah
10. Larutan n-heksan metanol naik keatas plat KLT
11. Plat KLT dikeringkan dengan hairdryer
12. Plat KLT dipancarkan dengan lampu UV lalu bercaknya ditandai
13. Perhitungan dilakukan

Hasil dan Pembahasan:

Dari sampel yang digunakan adalah rizhopora seberat 0,1 gram dilarutkan kedalam 1 ml metanol. Pelarut yang digunakan adalah kloroform dan metanol dengan perbandingan 9:1 dari 5ml pelarut dimana kloroform lebih banyak dari metanol. Dan setelah Plat KLT dimasukan kedalam bejana pemisah yang berisi pelarut tersebut, sampel secara perlahan akan naik keatas dan akan berhenti jika pelarut tersebut akan berhenti pada batas yang sudah ditentukan, sayang sekali dalam praktikum kali ini pelarut tidak mencapai batasnya yang sudah ditentukan dikarenakan butuh waktu yang sangat lama jadi dalam praktikium kali ini tidak ada perhitungan rf yang seharusnya dilakukan dengan bantuan Lampu UV.

Kesimpulan:

Dalam Praktikum Pemisahan Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis kali ini telah didapatkan sampel berupa rizhopora dapat naik keatas dengan menggunakan plat KLT yang di celupkan dalam pelarut berupa kloroform dan metanol tetapi membutuhkan waktu yan cukup lama dan butuh kesabaran yang tinggi.

Daftar Pustaka

Prof. Dr. H Dhahiyat, Yayat Drs., MS; Bachtiar, Eri S.Si., M.Si; Mulyani, Yeni S.Si., M.Si. 2010. Penuntun Praktikum Farmakologi Laut. Bandung: Universitas Padjadjaran

Read More......

Pengujian Komponen Farmaka Dalam Simplisia

Pengujian Komponen Farmaka Dalam Simplisia

Tujuan:
1. Mengetahui jenis-jenis pengujian komponen farmaka
2. Mempelajari cara pengujian farmaka dalam simplisia

Teori:
Simplisia adalah bahan baku alamiah yang digunakan untuk membuat ramuan obat tradisional yang belum mengalami pengolahan, pengeringan atau perubahan apapun dari perubahan kimiawi dan fisikanya dan kebanyakan berwujud krim. Simplisia bisa berasal dari bahan hewani, nabati dan juga pelikan. Proses pembuatan simplisia pada prinsipnya tahap pencucian, pengecilan ukuran dan pengeringan.


Alat dan Bahan

Alat:
1. Tabung Reaksi
2. Neraca analitis
3. Bunsen
4. Gelas ukur
5. Penjepit
6. Saringan
7. Pipet tetes
8. Kertas saring

Bahan:
1. Pereaksi Meyer ( kl + Hgcl2 )
2. Pereaksi Lieberman Burchard ( H2SO4 + asam asetat )
3. Amonia 10%
4. HCl 1N
5. CHCl3
6. HCl 2%
7. FeCl3

Prosedur Kerja:
Uji Alkoloid:
1. 4gr sampel berupa daun mangrove dipotong halus
2. Sampel digerus dengan lumpang dengan bantuan pasir yang bersih
3. Sampel dibasahi dengan 10ml kloroform
4. Kemudian ditambah dengan 10ml kloroform amoniak 0,05 M
5. Ditambah 0,5ml / 10 tetes asam sulfat 2N kemudian dikocok
6. Setelah keluar dua lapisan, lapisan asam sulfat diambil
7. Kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 tetes pereaksi meyer
8. Diamati bentuk dan warna endapan
Uji Flavonoid:
1. 4gr sampel segar dirajang halus dan dididihkan dengan 25 ml etanol selama 15 menit
2. Sampel disaring dalam keadaan panas
3. Pelarut diuapkan sampai kering
4. Kemudian ditambahkan klorofoorm dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml
5. Dikocok dan dibiarkan sejenak
6. Terbentuknya dua kloroform air, sebagian diambil dan dipindahkan dengan pipet kedalam tabung reaksi
7. Dimasukan bubuk kalsium dan beberapa tetes asam klorida pekat dan akil alkohol
8. Warna diamati

Uji Senyawa Fenolik:
1. Lapisan air dari uji flavonoid dimasukan kedalam plat tetes
2. Ditambahkan pereaksi FeCl3 1%
3. Warna yang terbentuk diamati

Uji Triterpenoid dan Steroid:
1. Lapisan kloroform dari uji flavonoid diambil sedikit kemudian dimasukan kedalam plet tetes
2. Dibiarkan sampai kering
3. Ditambahkan 1 tetes asam asetat anhidrida dan satu asam sulfat pekat
4. Warna yang terbentuk diamati

Uji Saponin:
1. 5 gram sampel dididihkan dalam 100ml air selama 5 menit
2. Sampel disaring dalam keadaan panas
3. Kemudian larutan diambil sebanyak 10 ml
4. Larutan dikocok secara vertikal selama 10 detik
5. Terbentuknya busa diamati

Hasil dan Pembahasan

Hasil:
Pengujian Warna Dan Busa Hasil
Uji Alkoloid Kuning Negatif ( - )
Uji Flavonoid Orange Positif ( + )
Uji Senyawa Fenolik Hijau Negatif ( - )
Uji Triterpenoid dan Steroid Merah Triterpenoid ( + ) lemah, Steroid ( - )
Uji Saponin Busa Hilang Negatif ( - )

Pembahasan:
Pada uji alkoloid sampel mangrove bersifat negatif itu berarti sampel tidak mengandung alkoloid dan mungkin disebabkan pada waktu praktikum pada uji alkoloid ini terlalu banyak meneteskan pereaksi meyernya. Pada uji flavonoid sampel bersifat positif mengandung flovonoid. Pada uji senyawa fenolik sampel bersifat negetif dan berwarna hijau yang menyebabkan sampel itu mengandung senyawa fenolik. Pada uji triterpenoid dan Steroid sampel bersifat positif lemah pada kandungan triterpenoid dan bersifat negatif pada steroid yang menyebabkan sampel jadi berwarna merah. Dan Terakhir pada uji saponin sampel mengelurkan busa kemudian setelah 10 menit busa hilang kembali yang menyebabkan sampel bersifat negatif dan tidak mengandung saponin.

Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan atau praktikum pengujian komponen farmaka dalam simplisia ini adalah sampel daun mangrove positif mengandung flavonoid dan triterpenoid dan tidak mengandung alkoloid, steroid, senyawa fenolik dan saponin.

Daftar Pustaka

Prof. Dr. H Dhahiyat, Yayat Drs., MS; Bachtiar, Eri S.Si., M.Si; Mulyani, Yeni S.Si., M.Si. 2010. Penuntun Praktikum Farmakologi Laut. Bandung: Universitas Padjadjaran

Read More......

Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Bahan Alam

Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Bahan Alam

Tujuan:
1. Mempelajari cara pembuatan simplisia
2. Mempelajari cara mengekstrasi bahan alam

Teori:
Simplisia adalah bahan baku alamiah yang digunakan untuk membuat ramuan obat tradisional yang belum mengalami pengolahan, pengeringan atau perubahan apapun dari perubahan kimiawi dan fisikanya dan kebanyakan berwujud krim. Simplisia bisa berasal dari bahan hewani, nabati dan juga pelikan. Proses pembuatan simplisia pada prinsipnya tahap pencucian, pengecilan ukuran dan pengeringan.
Ekstrasi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapar mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa harus melarutkan material lainnya. Ekstrasi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstrasi menggunakan pelarut didasarkan kelarutan komponen terhadap komponen lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstrasi adalah:
 Tipe persiapan sample
 Waktu ekstrasi
 Kuantitas pelarut
 Tipe pelarut

Prinsip ekstraksi :

1) Prinsip Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari ada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama,cairan penyari yang digunakan lebih banyak,tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin,tiraks,dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan
modifikasi,seperti modifikasi maserasi melingkar,modifikasi maserasi digesti, modifikasi maserasi melingkar bertingkat, modifikasi remaserasi, modifikasi dengan mesin pengaduk, dan metode Soxhletasi.

Keuntungan metode ini adalah :
• Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.
• Digunakan pelarut yang lebih sedikit.
• Pemanasannya dapat diatur.
• Kerugian dari metode ini:
• Karena pelarut didaur ulang,ekstrak yang terkumpul ada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
• Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.
• Bila dilakukan dalam skala besar,mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi,seperti metanol atau air,karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif.

Metode ini terbatas ada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut,misalnya heksan :diklormetan =1 :1,atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan,karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.

2) Prinsip Perkolasi
Metode ini terbatas ada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan: diklormetan = 1:1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat(marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel adat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.





Alat dan Bahan

Alat:
1. Batang pengaduk
2. Neraca analitis
3. Gelas ukur
4. Medium botol / Erlenmeyer
5. Pipet tetes
6. Evaporator
7. Corong saring
8. Kertas saring

Bahan:
1. Metanol sebagai pelarut
2. Sampel berupa daun mangrove

Prosedur kerja:
1. Sampel seberat 5 gram daun mangrove ditimbang
2. Sampel dicuci dengan air kran sampai bersih
3. Sampel tersebut dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
4. Sampel dirajang/dicacah dengan menggunakan pisau atau blender
5. Sampel dimasukan kedalam medium botol/Erlenmeyer
6. Metanol dimasukan kedalam sampel sampai terendam lalu tutup botol/Erlenmeyer tersebut.
7. Kemudian direndam hingga 24 jam
8. Sampel disaring dan diganti dengan metanol baru diaduk sekali-kali
9. Cairan hasil rendaman diuapkan menggunakan evaporator
10. Ekstrak dihasilkan

Hasil dan Pembahasan

Hasil setelah sampel 5 gram daun mangrove + 20 ml metanol disaring :
 Larutan menjadi 17,6 ml
 Berwarna Hijau pekat
 Beraroma seperti tembakau

Pembahasan:
Setelah 5 gram daun mangrove yang sudah dihaluskan dan ditambahkan 20 ml metanol kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring menghasilkan larutan dengan berat 17,6 ml dan berat ini lebih sedikit dari berat metanol yang ditambahkan sebelumnya yaitu seberat 20 ml dikarenakan mungkin adanya beberapa faktor di saat penyaringan. Dan juga dari hasil penyaringan tersebut dihasilkan pula Larutan berwarna hijau pekat yang di sebabkan oleh faktor pewarna dari daun mangrove tersebut yang berwarna hijau. Larutan tersebut juga memiliki aroma seperti aroma tembakau mungkin dikarenakan dari sampel daun mangrove tersebut yang mirip atau sejenis dengan tanaman tembakau.

Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan atau praktikum pembuatan simplisia dan bahan ekstrak alam ini adalah sampel daun mangrove yang telah dicampurkan dengan metanol kemudian melalui proses penyaringan itu bisa disebut sebagai simplisia dan bahan ekstrak alami sebagai hasilnya dari percobaan ini bisa di jadikan sebagai bahan obat alami.

Daftar Pustaka

Prof. Dr. H Dhahiyat, Yayat Drs., MS; Bachtiar, Eri S.Si., M.Si; Mulyani, Yeni S.Si., M.Si. 2010. Penuntun Praktikum Farmakologi Laut. Bandung: Universitas Padjadjaran

Read More......